Bapak Ibu tercinta, I love them

Sumberejo, Japah, dan Blora. Aku merindukan mereka, merindukan Ayah dan Ibuku serta adik kecilku Wandono.

Kakak perempuanku bilang bahwa Bapak minggu ini sedang pergi ke Ambon menemani adiknya, Pamanku, Lik Sadik. Sepertinya untuk urusan bisnis adiknya yang saat ini mulai tumbuh lagi.

Ibuku adalah seorang wanita Jawa yang lembut terhadap anak-anaknya, namun keras dalam menetapkan aturan. Ibu yang bisa mengerjakan pekerjaan multi task, kadang sebagai ayah saat Bapak sedang pergi keluar kota. Bapak lebih bersifat memberikan kebebasan pada anak-anaknya, jika menurutmu apa yang kamu lakukan benar, lakukanlah. Saya masih ingat saat Bapak marah besar dan mencambuk saya dengan cambuk rotan. Saya tak berani pulang, orang sekampung akhirnya mencari saya.

Sudah hampir 6 bulan kami tak bertatap muka dengan mereka. Mudah-mudahan saja Allah memberikan kesehatan pada mereka. Terakhir kami pergi ke sana adalah saat Lebaran 2008. Saya dari Surabaya menuju ke Semarang dan istri dari Jakarta menuju ke Semarang. Kami berdua akhirnya menginap di hotel Surya Semarang sebelum pulang ke Sumberejo Blora.

Bapak Ibu tercinta, I love them

Sumberejo, Japah, dan Blora. Aku merindukan mereka, merindukan Ayah dan Ibuku serta adik kecilku Wandono.

Kakak perempuanku bilang bahwa Bapak minggu ini sedang pergi ke Ambon menemani adiknya, Pamanku, Lik Sadik. Sepertinya untuk urusan bisnis adiknya yang saat ini mulai tumbuh lagi.

Ibuku adalah seorang wanita Jawa yang lembut terhadap anak-anaknya, namun keras dalam menetapkan aturan. Ibu yang bisa mengerjakan pekerjaan multi task, kadang sebagai ayah saat Bapak sedang pergi keluar kota. Bapak lebih bersifat memberikan kebebasan pada anak-anaknya, jika menurutmu apa yang kamu lakukan benar, lakukanlah. Saya masih ingat saat Bapak marah besar dan mencambuk saya dengan cambuk rotan. Saya tak berani pulang, orang sekampung akhirnya mencari saya.

Sudah hampir 6 bulan kami tak bertatap muka dengan mereka. Mudah-mudahan saja Allah memberikan kesehatan pada mereka. Terakhir kami pergi ke sana adalah saat Lebaran 2008. Saya dari Surabaya menuju ke Semarang dan istri dari Jakarta menuju ke Semarang. Kami berdua akhirnya menginap di hotel Surya Semarang sebelum pulang ke Sumberejo Blora.

Desa Sumberejo, Kec. Japah Kab. Blora, Aku merindukanmu

Saya ucapkan terimakasih kepada guru-guru Sekolah Dasar kami, Pak Soekemi (almarhum) yang selalu mencambuk kami dengan sepotong lidi saat tak serius belajar, Pak Paryono (almarhum) yang berjarak 7 kilometeran dan berangkat ke sekolah dengan bersepeda, Pak Kukuh, Pak Joko, Pak Masudji, Pak Mustaqim guru agama kami, Pak Siswanto yang mengajar saya saat kelas tiga dan guru-guru muda lainnya. Saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya pada mereka.

Desa Sumberejo kecamatan Japah kabupaten Blora, rumah kami ada di sana. Setelah dua bulan berada di New Zealand saya sangat merindukannya. Sebuah desa kecil yang nyaman, jauh dari hiruk pikuk perkotaan, hutan jati yang masih menghijau, desa yang tenang. Berjarak 25 kilometer dari kota Blora, rumah saya adalah di sebuah desa yang terpencil.

Rumah berlantai tanah dan berdinding kayu, tapi kami merasa nyaman tinggal di dalamnya. Entah kapan kami bisa memperbaikinya. Hanya kamar mandi dan WC yang menjelang pernikahan saya saya buat dengan gaya yang lebih modern.

Saya bersyukur karena Allah memberikan sarana dan media bagi saya untuk menjadi spirit baru bagi kemajuan desa kami, bagi anak-anak muda yang dulu takut untuk berkuliah karena keterbatasan biaya. Kini, kami generasi muda desa kecil ini tak terlalu takut dengan hal itu. Kini, di desa kami telah muncul bibit-bibit baru Sarjana yang berawal dari ketidakmampuan dan kenekatan yang tidak malu saat harus menenteng beras untuk dibawa ke kampus saat pulang ke Sumberejo. Saya berharap mereka bisa memberikan konstribusi yang terbaik, minimal bagi diri sendiri dan orang tuanya.

Desa Sumberejo, Kec. Japah Kab. Blora, Aku merindukanmu

Saya ucapkan terimakasih kepada guru-guru Sekolah Dasar kami, Pak Soekemi (almarhum) yang selalu mencambuk kami dengan sepotong lidi saat tak serius belajar, Pak Paryono (almarhum) yang berjarak 7 kilometeran dan berangkat ke sekolah dengan bersepeda, Pak Kukuh, Pak Joko, Pak Masudji, Pak Mustaqim guru agama kami, Pak Siswanto yang mengajar saya saat kelas tiga dan guru-guru muda lainnya. Saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya pada mereka.

Desa Sumberejo kecamatan Japah kabupaten Blora, rumah kami ada di sana. Setelah dua bulan berada di New Zealand saya sangat merindukannya. Sebuah desa kecil yang nyaman, jauh dari hiruk pikuk perkotaan, hutan jati yang masih menghijau, desa yang tenang. Berjarak 25 kilometer dari kota Blora, rumah saya adalah di sebuah desa yang terpencil.

Rumah berlantai tanah dan berdinding kayu, tapi kami merasa nyaman tinggal di dalamnya. Entah kapan kami bisa memperbaikinya. Hanya kamar mandi dan WC yang menjelang pernikahan saya saya buat dengan gaya yang lebih modern.

Saya bersyukur karena Allah memberikan sarana dan media bagi saya untuk menjadi spirit baru bagi kemajuan desa kami, bagi anak-anak muda yang dulu takut untuk berkuliah karena keterbatasan biaya. Kini, kami generasi muda desa kecil ini tak terlalu takut dengan hal itu. Kini, di desa kami telah muncul bibit-bibit baru Sarjana yang berawal dari ketidakmampuan dan kenekatan yang tidak malu saat harus menenteng beras untuk dibawa ke kampus saat pulang ke Sumberejo. Saya berharap mereka bisa memberikan konstribusi yang terbaik, minimal bagi diri sendiri dan orang tuanya.

Akhirnya, Kutemukan Cabe Impianku

Duhh...hati saya rasanya berbunga-bunga karena si Deddy teman saya kasih tahu ke saya kalau ada cabe di Wellington yang harganya lumayan murah dan pedasnya mantap. Akhirnya habis pulang kuliah saya bersama istri berkunjung ke toko yang direkomendasikan sama si Deddy yaitu sebuah minimarket milik orang China.

Minimarket milik orang China itu berada di Dixon Street, dekat dengan Cuba Street dan Manners Mall serta segaris dengan Courtenay Place. Setelah ngubek-ngubek isi toko hampir 3 menitan saya dan istri menemukan cabe impian kami. Huff..., lega rasanya. Soalnya kami berdua malu, orang masuk ke toko kok cuma cari cabe, seharga NZ$ 4,99 lagi.

Bicara tentang cabe, di Wellington pada khususnya dan di New Zealand pada umumnya, cabe adalah barang mahal. Soalnya orang Kiwi juga nggak suka makanan pedas-pedas, paling hanya orang Asia saja yang hobi makan pedas. Lada hitam saja tak akan cukup untuk memuaskan rasa pedas dambaan Indonesia.

Ada beberapa toko dan tempat yang memang menyediakan cabe untuk Anda beli. Beberapa harganya mahal banget karena satu kilogram cabe mencapai NZ$ 40 (Rp. 240.000), itu juga rasanya nggak pedas, kurang mantap deh pokoknya. Kalau mau agak murah (sekitar NZ$ 2 perpack (1 ons) ya di Sunday Market, tapi masalahnya kita rajin ngga nyamperin ke sana tiap minggu? Jadi kayaknya pilihan untuk beli cabe yang lumayan segar ya di Dixon Street ini deh.

Alternatif lain? Sabar yah... Nanti saya posting lagi kalau sudah ketemu.

Akhirnya, Kutemukan Cabe Impianku

Duhh...hati saya rasanya berbunga-bunga karena si Deddy teman saya kasih tahu ke saya kalau ada cabe di Wellington yang harganya lumayan murah dan pedasnya mantap. Akhirnya habis pulang kuliah saya bersama istri berkunjung ke toko yang direkomendasikan sama si Deddy yaitu sebuah minimarket milik orang China.

Minimarket milik orang China itu berada di Dixon Street, dekat dengan Cuba Street dan Manners Mall serta segaris dengan Courtenay Place. Setelah ngubek-ngubek isi toko hampir 3 menitan saya dan istri menemukan cabe impian kami. Huff..., lega rasanya. Soalnya kami berdua malu, orang masuk ke toko kok cuma cari cabe, seharga NZ$ 4,99 lagi.

Bicara tentang cabe, di Wellington pada khususnya dan di New Zealand pada umumnya, cabe adalah barang mahal. Soalnya orang Kiwi juga nggak suka makanan pedas-pedas, paling hanya orang Asia saja yang hobi makan pedas. Lada hitam saja tak akan cukup untuk memuaskan rasa pedas dambaan Indonesia.

Ada beberapa toko dan tempat yang memang menyediakan cabe untuk Anda beli. Beberapa harganya mahal banget karena satu kilogram cabe mencapai NZ$ 40 (Rp. 240.000), itu juga rasanya nggak pedas, kurang mantap deh pokoknya. Kalau mau agak murah (sekitar NZ$ 2 perpack (1 ons) ya di Sunday Market, tapi masalahnya kita rajin ngga nyamperin ke sana tiap minggu? Jadi kayaknya pilihan untuk beli cabe yang lumayan segar ya di Dixon Street ini deh.

Alternatif lain? Sabar yah... Nanti saya posting lagi kalau sudah ketemu.

Dragon Boat Festival, Wellington

Wellington Dragon Boat Festival available in English, click here.

Event ini dilaksanakan pada hari Sabtu-Minggu, 21-22 Maret 2009. Acara yang cukup meriah. Ada beberapa tim yang ikut berlomba. Hanya saja saya nggak tahu berapa timnya.

Saat itu saya berdua bersama istri. Istri kan kerja paruh waktu di Te Papa Museum, jadi pas pulang saya jemput. Kami sempatkan berjalan-jalan di Wellington Harbour cukup lama karena pingin nonton Wellington Dragon Boat Festival. Ada beberapa ratus foto yang sempat saya ambil bersama istri.

Acara ini cukup meriah karena banyak turis yang datang, even nasional tapi bisa dimanfaatkan oleh agen-agen wisata New Zealand sehingga supporter nggak hanya datang dari dalam negeri tapi juga dari luar negeri. Termasuk saya sama istri ini. Hehe...

Acara ini dilaksanakan dengan Sunday Market, jadi cukup strategis. Soalnya hari Minggu saya bisa sekalian belanja.